Mengembangkan Ruang Baca bergelimang kisah perpustakaan. Buku ini
berkisah laku hidup berbuku yang patut ditiru. Tentang berbagi buku dalam
agenda membangun literasi dan pendidikan.
Jhon Wood sejak
kecil sudah akrab dengan buku. Ia merasa dididik agar kelak suka membaca. Dalam
penuturannya, ayahnya bukanlah orang yang gemar membaca. Tapi ibunya berasal
dari keluarga yang suka membaca.
Berawal dari
itu kecintaan terhadap buku tak terbendungkan. Mulai dari membawa formulir
pembelian buku untu membeli puluhan buku yang sempat menyusahkan ayahnya.
Bersepeda sendiri tiap minggu untuk meminjam buku di perpustkaan. Batasan buku
yang hanya boleh meminjam 8. Ia siasati dengan membuat kesepakatan dengan
penjaga perpustkaaan. Dengan berlaku seolah agen rahasia dia dan penjaga
perpustakaan membuat kesepakatan rahasia.
Sampai pada
kunjungan Jhon di Himalaya. Melihat sekolah yang tak layak dan tak berbuku. Di
sekolah itu ada ruang, ada papan bertuliskan “Perpustakaan”. Sayang tak ada
bukunya satu pun. Sampai akhirnya ia dibukakan sebuah lemari kecil sebesar
kulkas mini yang ada di hotel tempat ia menginap. Ia diperlihatkan harta karun
berupa buku-buku yang dari cerita guru di sekolah, buku itu didapat dari para
pengelana yang mampir di sekolah itu.
Dari pengalaman
di Himalaya itu ia pada akhirnya meminta ayah dan ibunya untuk membantu
menggalang buku guna disumbangkan ke sekolah tersebut. Ribuan buku terkumpul,
bantuan pun akhirnya disalurkan. Tapi ini baru awal dari kisah membangun 10.
000 perpustakaan ke depan.
Tidak hanya
menyebar cerita haru dan mendidik. Kisah Jhon juga memberi imajinasi positif
terkait perpustakaan.
Bahkan dalam
salah satu bab, ia mengatakan membaca di Perpustakaan seolah merasakan surga
dunia. “Ruangan dalam perpustakaan selalu memberi saya perasaan hangat seperti
surga dunia,” tulisnya (halaman 25). Hadiah sepeda yang diberikan saat ulang
tahunnya pun ia ingat sebagai cara agar lebih mudah pergi ke Perpuskaan. Buku
diibaratkan harta karun. Setiap pergi ke perpustakaan ia membayangkan diri
untuk menukar harta karunnya denga harta karun lainnya. Meminjam buku seolah
‘bermain mata-mata’ dengan penjaga perpustakaan. Anjing peliharaannya pun diberi
nama Pretzel, nama yang didapat dari tokoh dalam buku pertama yang ia baca.
Menyoal awal
Room to Read. Selain karena pengalaman di Himalaya. Pun ia ingat pekerjaan yang
dibanggakan ayahnya adalah menjadi relawan. Dan yang menjadikan Room to Read
menyebar dengan pesat sampai tercatat dari tahun 1999-2010 sudah berdiri 10
ribu perpustakaan, yakni berkat model hibah-tantangan yang ia terapkan dalam
setiap pembangunan Perpustakaan.
Model
hibah-tantangan pada dasarnya sederhana. Room to Read hanya mau membantu bila
masyarakat juga mau berusaha dan bekerja keras. Room to Read bukan seperti
penyumbang yang memberi ikan pada orang yang kelaparan. Tapi memberi kail untuk
mengajari orang yang kelaparan mencari ikan. Berkat metode ini, Room to Read bisa
membangun 2 perpustakaan lebih cepat. Dana untuk mendirikan 1 perpustakaan bisa
dibuat untuk mendirikan 2 perpustakaan sebab separuh dananya diusahakan oleh
masyarakat yang bersangkutan.
Buku ini perlu dibaca bagi para
pecinta literasi dan orang yang mengaku peduli akan pendidikan. Ringkas kata,
untuk berbuat kebaikan kiranya tak perlu jadi pejabat. Hanya perlu langkah
kecil menebar kebaikan.(*)
Arif
Rohman
Kudus, 25 November 2014
Kudus, 25 November 2014
Judul
Buku : Mengembangkan Ruang Baca
Judul
Asli : Creating Room to Read
Penulis
: John Wood
Penerjemah
: Adi Toha
Penerbut
: Pustaka Alfabet
Tahun
: Cetakan 1, 2014
Tebal
: 466 halaman
Belum ada tanggapan untuk "Berbagi Buku dan Pendidikan"
Post a Comment