“Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.”
Kutipan Pasal 30 Ayat 1 UUD 1945 yang tertulis di cover belakang
buku ini kiranya menjadikan pembaca merenung. Bahwa adanya berbagai etnis yang
hidup di Indonesia, memungkinkan pula adanya peranan dari berbagai etnis yang
ikut berperang melawan penjajah.
Dengan beranggapan begitu, rasanya bakal keliru ketika kita
mengira, dalam hal ini keturunan Tionghoa sebagai seorang ‘pengecut’.
Sebagaimana diungkap Ruslan Abdulgani (1914-2005) saat kecil ia diajari lagu
yang berbunyi: es gandul ditaleni
merang//cina gundul ora wani perang. (Es tergantung diikat jerami// Tiong
Hoa gundul tidak berani maju berperang). (halaman xxvi)
Sebagaimana diungkap dalam pengantar buku, pembahasan di buku ini
tidak dimaksudkan bahwa golongan Tionghoa paling kontributif dalam soal
kemiliteran, dan seolah-olah golongan lain tidak. Melainkan dari membaca buku
berjudul Tionghoa dalam Sejarah Kemiliteran, Sejak Nusantara Sampai
Indonesia ini pembaca akan diingatkan bahwa etnik Tionghoa adalah bagian
integral dari keluarga besar Bangsa Indonesia.
Pun untuk memperkokoh persatuan bangsa dengan saling “duduk sama
rendah dan berdiri sama tinggi”. Berbagai etnik yang ada di Indonesia adalah
bagian tak terpisahkan dari proses berdirinya bangsa dan negara Indonesia.
Sebab kita semua merupakan “share holder” dari negeri ini. (halaman xii)
Kita bisa meihat kontribusi Tionghoa dalam kemiliteran Indonesia lewat
berbagai bab yang disuguhkan buku ini. Diantaranya meliputi: BAB I: Hubungan
Tiongkok-Nusantara (halaman 3-13), BAB II: Melawan Kolonialisme
(halaman 15-85), BAB III: Konflik Internasional 1930-an (halaman 87-91),
BAB IV: Revolusi Indonesia (halaman 93-186), dan BAB V: Konflik
1965-1967 (halaman 189-207).
Dalam bab bertajuk Melawan Kolonialisme misalnya, kita bisa tahu,
kalau dulu, ada pasukan koalisi Mataram-Tionghoa yang melawan kompeni atau VOC.
Peristiwa itu dikenal dengan Perang Sepanjang (1740-1743) yang mana
disebut-sebut sebagai salah satu perang besar terhadap Kompeni Dagang Belanda
atau VOC yang terlupakan dalam sejarah Indonesia Modern. Adapun perang
sepanjang diawali krisis ekonomi dan politik berkepanjangan yang menimpa koloni
VOC di Batavia. (halaman 19)
Dikisahkan pula ada dokter Tionghoa bernama dr. Tio yang terbunuh
dan terlupakan. Padahal ia berjasa dalam Perang Saudara Spanyol tahun
1936-1938. Peristiwa itu terjadi akibat dipicu oleh persaingan ideologi ekstrem
kanan berupa fasisme-ultra nasionalis dan ideologi kiri yang menghimpun kubu
sosialis dan komunis di Spanyol. Atas kesadaran akan ideologi para pemuda Asia tak
terkecuali pemuda Tionghoa asal Jawa ikut berperang di kubu republik yang
menghimpun pemuda berpandangan sosialis ataupun komunis melawan kelompok fasis
pimpian jenderal Fransisco Franco yang terhimpun dalam kubu nasionalis.
(halaman 87)
Selain itu, seiring semangat perjuangan dari masyarakat Tionghoa di pelbagai tempat di pulau Jawa, sejumlah badan perjuangan didirikan untuk mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia. (halaman 99)
Tak hanya bicara soal sejarah dengan penjelasan dari berbagai buku
dan narasumber. Buku ini juga menampilkan ‘album foto’. Berbagai foto
ditampilkan mulai dari foto Laksamana Muda (Purn.) Jhon Lie semasa muda, foto makamnya
di TMP Kalibata, foto perihal Badan Perjuangan Tionghoa di Jakarta, sampai foto
Gan Sing Liep alias Sugandi yang berpose di samping Pesawat Angkut C-130
Hercules. (halaman 210-221)
Membaca buku
ini setidaknya menjadikan kita tak sembarang berpendapat. Dan menebar
stigma terhadap etnis minoritas di
Indonesia. Hadirnya buku ini akan menambah khazanah buku-buku sejarah
perjuangan Indonesia yang kurang mendapat perhatian. Padahal, kita tahu sejarah
adalah salah satu media membangun karakter bangsa. Sehingga jangan sampai
generasi kita tumbuh dalam sejarah yang tak lagi utuh. Apalagi sejarah yang
sudah dimanipulasi untuk kepentingan tertentu. Setidaknya, sekarang kita tahu
(atau diingatkan), keturunan Tionghoa juga ikut membela Indonesia.(*)
Arif
Rohman
Kudus, 17 Juni 2015
Kudus, 17 Juni 2015
Judul : Tionghoa dalam
Sejarah Kemiliteran
Penulis : Iwan Santosa
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Cetakan : Pertama, 2014
Tebal : xxxviii + 234 halaman
ISBN: 978-979-709-871-1
Penulis : Iwan Santosa
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Cetakan : Pertama, 2014
Tebal : xxxviii + 234 halaman
ISBN: 978-979-709-871-1
Belum ada tanggapan untuk "Keturunan Tionghoa Juga Ikut Membela Indonesia"
Post a Comment