Sosok Inspirasi Humanisme




Bersampul seorang yang mengamati lukisan wajah Y.B. Mangunwijaya (YBM) karya Kadafi dalam peringatan 15 tahun wafatnya YBM. Buku ini berupaya memahami idealisme dan humanisme YBM. Terutama kepada generasi sekarang yang bisa jadi tak pernah mengenal sosoknya.

Lewat karya-karyanya YBM dikenal karena keberpihakannya pada kaum miskin. Ia menjadi pastur karena terharu akan partisipasi rakyat dalam perang gerilya, dan juga ingin “membayar utang kepada rakyat”. Baginya, agama lain bukan menjadi saingan, apalagi musuh, melainkan teman kerja, kolega dalam membangun kemanusiaan. Itu tampak pada aksinya membela masyarakat kali Code atau korban Waduk Kedungombo. (hlm 37)

Tulisan-tulisan dalam buku ini semula makalah dari beberapa pembicara dalam diskusi Forum Mangunwijaya di Surakarta dan Yogyakarta, seperti A. Sudiarja (Filsuf, Guru Besar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat (STF) Driyarkara, Jakarta), Bakdi Soemanto (sastrawan, cerpenis, dan Guru Besar Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta), B. Rahmanto (Sastrawan, staf pengajar Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta), dan Bandung Mawardi (Pengelola jagat Abjad Solo). 

Serta ditambah artikel lain dari Musdah Mulia (Ketua umum ICRP (Indonesian Conference on Religions for Peace), Erwinthon Napitulu (arsitek, alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB), pendokumentasi karya arsitektur Romo Mangun), Ferry T. Indratno (Karyawan Keuskupan Agung Semarang), dan St. Sularto (Redaktur Senior Kompas).

A. Sudiarja menulis perihal YBM sebagai pendidikan yang humanis. Ia menyebut  YBM bukanlah intelektual atau ilmuan dalam arti rigoris. Ia lebih tepat disebut budayawan atau cendekiawan, yang pemikirannya bersifat elektis, tidak sitematik; arahnya lebih bersifat kritik sosial dan profetis daripada analitis. (hlm 2-3)

Membicarakan humanisme menurut YBM, Ferry T. Indratno, mencoba menjelaskan konsep manusia Pasca-Indonesia dan Pasca-Einsten. (hlm 18-39) 

Konsep manusia Pasca-Indonesia mencita-citakan manusia Indonesia yang terbuka kepada nilai-nilai kemanusian yang universal, meskipun tetap mempertahankan nilai-nilai keindonesiaan. Manusia Pasca-Einstein bagi Romo Mangun adalah sosok yang tidak main mutlak-mutlakan, sebab segala hal bersifat relatif.

Sedangkan, Bandung Mawardi menyebut YBM sebagai penggembala cerita. Sebab ia dikenal sebagai pengarang cerpen, novel, esai. “Cerita tentang politik, asmara, korupsi, sains, agama, seks, sejarah, keluarga dalam novel-novel YBM adalah ejawantah “ketulusan”. Bersastra memerlukan “ketulusan” dalam pengertian kesungguhan,” tulis pengelola Jagad Abjad Solo tersebut (hlm 84).

Bakdi Soemanto, Guru Besar Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta mencoba mendedah beberapa novel karya YBM. Seperti Manyar (1981), Romo Rahadi (1981), Trilogi Roro Mendut (1983-1986), Burung-Burung Rantau  (1993). Menurutnya, dari keempat karya itu, ia bisa melihat sekilas karya-karya YBM memiliki ideologi yang sama yakni kemerdekaan. (hlm 47)

Tulisan lain dalam buku ini, mencoba membicarakan YBM perihal politik agama dalam konteks sekarang. Seperti menanggapi kebijakan pengkosongan kolom agama di KTP yang didengungkan pemerintah beberapa waktu yang lalu. Menurut Musdah Mulia itu kebijakan dehumanisme dan tak selaras dengan pemikiran YBM. 

“Sangat disayangkan, tidak banyak di antara kita menyadari bahwa itu sebuah bentuk pengekangan hak kebebasan beragama sebagaimana dijamin konstitusi. Betul kata YBM dalam novel Burung-Burung Rantau: Orang sering tidak sadar bahwa ia mengekang orang lain dengan memberi suatu suasana dan iklim tertentu.” (hlm 95)

Sebagai seorang arsitek, menurut Erwinthon, YBM kerap menggunakan bahan-bahan bangunan yang relatif murah, seperti bata, kaca, plat besi, semen, batu, untuk kemudian kesemuanya diolah dan dipadupadankan oleh para tukang melalui waktu kerja yang sangat tinggi. “Ada pesan keperbihakan untuk lebih menghargai kerja tukang ketimbang menggunakan bahan pabrikan yang lebih memberikan keuntungan bagi pengusaha”. (hlm 116)

Pada akhirnya, YBM dikenal sebagai religius, budayawan, pendidik, intelektual, arsitek, penulis novel, aktivis sosial, pemikir politik, dan lain-lain. Membaca buku ini, membantu pembaca memahami bahwa YBM adalah sosok penuh inspirasi dalam berbagai bidang. Sosok yang bisa jadi, kini susah ditemukan lagi.(*)
 

Arif Rohman
 Kudus, 09 Desember 2015

Judul : Humanisme Y.B. Mangunwijaya
Penulis : A. Sudiarja, dkk
Editor : Ferry T. Indratno
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Cetakan : Cetakan pertama, 2015
Tebal : xvi + 144 hlm.; 14 cm x 21 cm
ISBN: 978-979-709-938-1
 

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Sosok Inspirasi Humanisme"

Post a Comment