Lewat karya-karyanya YBM dikenal karena keberpihakannya pada
kaum miskin. Ia menjadi pastur karena terharu akan partisipasi rakyat dalam
perang gerilya, dan juga ingin “membayar utang kepada rakyat”. Baginya, agama
lain bukan menjadi saingan, apalagi musuh, melainkan teman kerja, kolega dalam
membangun kemanusiaan. Itu tampak pada aksinya membela masyarakat kali Code
atau korban Waduk Kedungombo. (hlm 37)
Tulisan-tulisan dalam buku ini semula makalah dari beberapa
pembicara dalam diskusi Forum Mangunwijaya di Surakarta dan Yogyakarta, seperti
A. Sudiarja (Filsuf, Guru Besar Filsafat Sekolah Tinggi Filsafat (STF)
Driyarkara, Jakarta), Bakdi Soemanto (sastrawan, cerpenis, dan Guru Besar
Sastra Universitas Gadjah Mada Yogyakarta), B. Rahmanto (Sastrawan, staf
pengajar Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta), dan Bandung Mawardi (Pengelola
jagat Abjad Solo).
Serta ditambah artikel lain dari Musdah Mulia (Ketua umum
ICRP (Indonesian Conference on Religions for Peace), Erwinthon Napitulu (arsitek,
alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB), pendokumentasi karya arsitektur Romo
Mangun), Ferry T. Indratno (Karyawan Keuskupan Agung Semarang), dan St. Sularto
(Redaktur Senior Kompas).
A. Sudiarja menulis perihal YBM sebagai pendidikan yang
humanis. Ia menyebut YBM bukanlah
intelektual atau ilmuan dalam arti rigoris. Ia lebih tepat disebut budayawan
atau cendekiawan, yang pemikirannya bersifat elektis, tidak sitematik; arahnya
lebih bersifat kritik sosial dan profetis daripada analitis. (hlm 2-3)
Membicarakan humanisme menurut YBM, Ferry T. Indratno,
mencoba menjelaskan konsep manusia Pasca-Indonesia dan Pasca-Einsten. (hlm
18-39)
Konsep manusia Pasca-Indonesia mencita-citakan manusia Indonesia
yang terbuka kepada nilai-nilai kemanusian yang universal, meskipun tetap
mempertahankan nilai-nilai keindonesiaan. Manusia Pasca-Einstein bagi Romo
Mangun adalah sosok yang tidak main mutlak-mutlakan, sebab segala hal bersifat
relatif.
Sedangkan, Bandung Mawardi menyebut YBM sebagai penggembala
cerita. Sebab ia dikenal sebagai pengarang cerpen, novel, esai. “Cerita tentang
politik, asmara, korupsi, sains, agama, seks, sejarah, keluarga dalam
novel-novel YBM adalah ejawantah “ketulusan”. Bersastra memerlukan “ketulusan”
dalam pengertian kesungguhan,” tulis pengelola Jagad Abjad Solo tersebut (hlm
84).
Bakdi Soemanto, Guru Besar Sastra Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta mencoba mendedah beberapa novel karya YBM. Seperti Manyar (1981), Romo Rahadi (1981), Trilogi
Roro Mendut (1983-1986), Burung-Burung
Rantau (1993). Menurutnya, dari
keempat karya itu, ia bisa melihat sekilas karya-karya YBM memiliki ideologi
yang sama yakni kemerdekaan. (hlm 47)
Tulisan lain dalam buku ini, mencoba membicarakan YBM perihal
politik agama dalam konteks sekarang. Seperti menanggapi kebijakan pengkosongan
kolom agama di KTP yang didengungkan pemerintah beberapa waktu yang lalu. Menurut
Musdah Mulia itu kebijakan dehumanisme dan tak selaras dengan pemikiran YBM.
“Sangat disayangkan, tidak banyak di antara kita menyadari bahwa itu sebuah bentuk pengekangan hak kebebasan beragama sebagaimana dijamin konstitusi. Betul kata YBM dalam novel Burung-Burung Rantau: Orang sering tidak sadar bahwa ia mengekang orang lain dengan memberi suatu suasana dan iklim tertentu.” (hlm 95)
Sebagai seorang arsitek, menurut Erwinthon, YBM kerap
menggunakan bahan-bahan bangunan yang relatif murah, seperti bata, kaca, plat
besi, semen, batu, untuk kemudian kesemuanya diolah dan dipadupadankan oleh
para tukang melalui waktu kerja yang sangat tinggi. “Ada pesan keperbihakan
untuk lebih menghargai kerja tukang ketimbang menggunakan bahan pabrikan yang
lebih memberikan keuntungan bagi pengusaha”. (hlm 116)
Pada akhirnya, YBM dikenal sebagai religius, budayawan,
pendidik, intelektual, arsitek, penulis novel, aktivis sosial, pemikir politik,
dan lain-lain. Membaca buku ini, membantu pembaca memahami bahwa YBM adalah
sosok penuh inspirasi dalam berbagai bidang. Sosok yang bisa jadi, kini susah
ditemukan lagi.(*)
Arif Rohman
Kudus, 09 Desember 2015
Judul : Humanisme Y.B. Mangunwijaya
Penulis : A. Sudiarja, dkk
Editor : Ferry T. Indratno
Editor : Ferry T. Indratno
Penerbit : Penerbit Buku
Kompas
Cetakan : Cetakan pertama, 2015
Tebal : xvi + 144 hlm.; 14 cm x 21 cm
ISBN: 978-979-709-938-1
Cetakan : Cetakan pertama, 2015
Tebal : xvi + 144 hlm.; 14 cm x 21 cm
ISBN: 978-979-709-938-1
Belum ada tanggapan untuk "Sosok Inspirasi Humanisme"
Post a Comment