Kisah Kanibalisme yang Berima





“Tempat yang dikutuk untukku karena napas mayat yang berpadu di dalam tubuhku. Yang mengaliri jiwaku setelah sebelumnya aku melahap mereka tanpa memikirkan dosa.” (hlm 116)


Cover depan novel "Napas Mayat" (Foto Arif)

Napas Mayat adalah novel pemenang 3 dalam Sayembara Menulis Novel Dewan Kesenian Jakarta pada tahun 2014. Bercerita tentang tokoh “Aku” yang membenci dunia. Aku adalah bekas seorang yang tampan dan dari keluarga kaya raya. “Setelah ayah jatuh miskin, aku harus bekerja sendiri. Dilanda botak dan keabaian dari wanita.” (hlm 35)


Namun, semenjak orang tuanya bangkrut dan kepalanya jadi botak. “Aku” ditinggalkan teman-temannya. Pada masa itulah “Aku” bertemu dengan sisi gelap dalam dirinya. Aku yang lain –si hitam. Dan pertentangan aku dengan dirinya yang lain pun dimulai.


Tokoh “Aku” yang membeci orang yang telah mengejeknya. Pada akhirnya melampiaskan dendam yang berwujud pembunuhan dan kanibalisme. Dua orang ia jadikan mangsa pertamanya. Mama besar, pemilik apertemen tempat “Aku” tinggal dan Marbun, teman kantor “Aku”. Kedua kepala korbannya ia koleksi dalam toples sebagai pengingat bahwa ia pernah membunuh keduanya –orang yang pernah mengejeknya.


Bagus Dwi Hananto sebagai novelis muda menunjukkan cara pendeskripsian yang detail dan memikat dalam novel perdananya ini. Sebagai contoh dalam kalimat berikut:


“Lalu daging-daging kubersihkan dari kulitnya. Jemari yang menempel kupotong kini buntung sudah tangan dan kaki itu. Kukuliti tanpa menyisakan apa pun termasuk lemak yang menempel…” (hlm 23)


Deskripsi di atas mengingatkan saya pada anime Tokyo Ghoul. Anime-yang diangkat dari komik berjudul sama-ini berkisah tentang seorang monster pemakan manusia yang berwujud seperti manusia biasa. Seperti memiliki kesinambungan, ada rasa terpikat yang sama pada keduanya. Jika menonton atau membaca adegan kanibalismenya. 


Pun membaca adegan kanibalisme dalam novel Napas Mayat seperti membaca liputan kuliner di Koran. Mengajak pembaca seolah-olah ikut merasakan.


Daya tarik lain dari novel Napas Mayat ini adalah pemilihan diksi kalimat yang menyerupai puisi –berima dan bermakna. Hal ini bisa dimaklumi karena Bagus sudah menerbitkan buku puisi berjudul Fantasme Jendela (2014). Beberapa contoh petikan yang saya maksudkan seperti:


“Aku mengantuk. Mataku berat memanggul batu-batu dosanya dari lereng. Memasuki alam mimpi.” (hlm 19)


“Aku berjalan beberapa menit dari jalan tadi. Melewati hari tenang yang mulai diisi oleh anak-anak muda yang berlari pagi di sana-sini.” (hlm 142)


“Di dalam selku yang dingin, bayangan seekor gagak tiba-tiba muncul memenuhi dinding.” (hlm 169)


Meski karena ‘gaya kepenyairan’ ini, saya memerlukan adaptasi saat mengawali menikmati membaca novel ini. Hal lain yang menggangu pikiran saya adalah maksud dari adegan anak kecil yang sering memberi “Aku” bola bekel. Anak kecil itu digambarkan sebagai seorang yang riang dan suka bersenandung tralala trilili (hlm 45). Dan adegan dari pekerjaan “Aku” sebagai orang yang “memisahkan gambar singa dan tokoh presiden masa lalu” (hlm 12). 


Kedua adegan tersebut dijelaskan dalam benak si “Aku” sebagai “pemberian tanpa ada maksud tertentu” dan “pekerjaan yang tidak diketahui definisi dan tujuannya”. Penjelasan yang menurut hemat saya tidak memuaskan rasa penasaran pembaca. Atau bisa jadi saya yang tidak cakap memahami kalimat penjelasnya?


Terlepas dari itu, novel Napas Mayat patut dibaca bagi pembaca novel dewasa. Tokoh “Aku” menjadi seorang kanibal tidak hanya disebabkan kesenangan semata. Ada pertentangan batin dalam dirinya –dengan si Hitam. Pertentangan batin yang mengajak pembaca “merenungkan dan mempertanyakan Tuhan, cinta dan arti kemanusian di zaman sekarang”. Renungan yang bisa jadi membuat kita membenarkan tindakan kanibalisme si ‘Aku’, tokoh utama novel ini.(*)


*)Arif Rohman, Alumnus STAIN Kudus

Resensi buku ini bisa juga dibaca di KoranMuria.com


Judul : Napas Mayat

Penulis : Bagus Dwi Hananto

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Cetakan : Pertama, April 2015

Tebal : 185 halaman

ISBN: 978-602-03-1522-5

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Kisah Kanibalisme yang Berima"

Post a Comment