Riwayat Idealisme ‘Orang Proyek’ yang Mantan Aktivis







 “Apa kejujuranmu cukup berarti untuk mengurangi korupsi di negeri ini?” (h. 61)

IDEALISME pada seorang mahasiswa adalah keniscayaan. Apalagi jika ia aktivis di kampus. Ahmad Tohari lewat novel Orang-Orang Proyek, menggelisahkan idealisme seorang mantan mahasiswa saat betugas menjadi insinyur dalam proyek pembangunan jembatan sungai Cibawor. 

Di proyek itu idealisme yang jadi pegangan Kabul, si insinyur diuji. Apakah baginya masih relevan memegang erat sikap idealisme yang dibawanya sejak jadi mahasiswa? Atau perkataan Dalkijo atasannya yang sering ‘main’ dalam proyek yang lebih relevan dijalani?

Kabul sudah tiga kali menangani proyek, sejak kelulusannya sebagai insinyur. Ia gelisah. Lakunya sebagai orang proyek tak senada dan seirama dengan idealismenya. Apalagi dia mantan aktivis ketika mahasiswa. Sepertinya ia tidak cocok bekerja di lapangan, pikirnya. Ia pun berniat keluar dari proyek. Tapi sanggupkah ia memilih keluar dari proyek dan menerima resikonya?

Ahmad Tohari lewat Orang-Orang Proyek bertendensi untuk memberi pesan moral kepada pembaca. Ia menyodorkan dialog-dialog panjang dan berisi sikap idealis.

“Penguasa yang punya proyek dan para pemimpin politik lokal menghendaki jembatan itu selesai sebelum pemilu 1992. Karena, saya kira, peresmiannya akan dimanfaatkan sebagai ajang kampanye partai golongan penguasa. Menyebalkan. Dan inilah akibatnya bila perhitungan teknis-ilmiah dikalahkan oleh perhitungan politik.” (h. 11)

Kabul tak seorang diri ketika merasa gelisah atas laku korup lingkungan kerjanya. Temannnya, Basar yang kini jadi kepala desa pun harus kompromi dengan partai penguasa. Supaya jabatannya aman dan tidak dituduh macam-macam, seperti komunis atau PKI.

“Seperti Kabul, saya juga sarjana dan mantan aktivis. Tapi di sini saya adalah kepala desa yang wajib tunduk kepada orang pemerintah dan orang partai golongan. Kalau mereka tidak ngrusuhi, tak masalah. Tapi nyatanya?” (h. 51)

Terlihat jelas Ahmad Tohari sedang mengkritik pemerintahan Orde Baru lewat novel ini. Proyek pembangunan jembatan di sungai Cibawor pada novel ini adalah gambaran praktik proyek tak jujur di keseharian kita. Proyek itu bisa berupa apa saja; mulai dana kegiatan kampus, pengadaan barang di sekolah, uang iuran ‘SPP’, atau apa saja yang bisa di-proyek-kan.

Kisah Kabul dan Basar dalam novel ini sungguh ironis. Menunjukkan bahwa idealisme yang dijunjung tinggi mahasiswa belum pasti bisa bertahan dikehidupan nyata. Barangkali sampai sekarang kisah serupa Kabul dan Basar masih ada, dan dialami mantan mahasiswa. 

Membaca novel Orang-Orang Proyek kita diajak merenungi bahwa sikap idealis tak cukup ada dalam kata, tapi juga niscaya ada dalam kerja.

“Dan dengan  mental “orang-orang proyek” yang merajalela di mana-mana, bisakah orang berharap akan terbangun tatanan hidup yang punya masa depan? (h.253)(*)

Arif Rohman
Kudus, 15 Januari 2016


Judul : Orang-Orang Proyek
Penulis : Ahmad Tohari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : Oktober 2015
Halaman : 256 halaman
Harga : 59.000
ISBN : 978-602-03-2059-5 

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Riwayat Idealisme ‘Orang Proyek’ yang Mantan Aktivis"

Post a Comment