Kalau
aku membuat kamus, aku akan memasukkan ini di dalamnya:
Tanah
[kb.] : (1) permukaan bumi atau lapisan bumi yg di atas sekali; (2) keadaan
bumi di suatu tempat; (3) permukaan bumi yg diberi batas; (4) daratan; (5)
permukaan bumi yg terbatas yg ditempati suatu bangsa yg diperintah suatu negara
atau menjadi daerah negara; negeri; negara.
--
Lada [kb.] : Tanah yang menumbuhkan kebahagiaan.
Tanah
lada. Kupikir, kalau aku terlahir di sini, mungkin aku akan tumbuh bersama
kebahagiaan. Nenek Isma bilang begitu. Nenek Isma bilang, dia bahagia hidup di sini.
Mama juga bahagia ketika tinggal di sini. Ketika dia pergi untuk hidup bersama Papa,
dia tidak bahagia lagi.
(Novel Di Tanah Lada (Gramedia Pustaka Utama: 2015), halaman 217)
Oleh Arif
Rohman
Apa saja pikiran yang terlintas oleh anak korban
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)? Novel Di
Tanah Lada (2015) mencoba menjawabnya lewat dua orang bocah bernama Ava dan
P. Novel karya Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie ini memenangi Sayembara Menulis
Novel Dewan Kesenian Jakarta tahun 2014, tepatnya mendapat juara kedua.
Berkisah tentang kekerasan dalam rumah tangga -dengan pencerita tokoh aku,
seorang anak berumur enam tahun dan gemar membaca kamus.
Bocah itu bernama Salva –dipanggil Ava. Ia tinggal
bersama Mama dan Papanya. Akan tetapi Papanya gemar marah dan tak segan memukuli dirinya dan Mamanya. “Tampang Papa memang
seram. Dia mirip monster-monster atau raksasa yang ada di buku-buku cerita atau
film kartun. Besar, gendut, dan berwajah marah.” (halaman 2)
Di awal kisah pembaca langsung dibawa pada
logika berpikir anak kecil. Polos. Suka menyimpulkan seenaknya, sesuai apa yang
ia pahami. Uniknya dalam kisah ini, anak itu sering mencari kata yang ia tak
tahu artinya di kamus bahasa Indonesia -pemberian kakeknya, Kakek Kia.
Setelah Kakek Kia meninggal, Papanya mendapat
warisan. Ava bersama Mamamya diajak pindah ke sebuah rusun, “Rusun Nero”
namanya. Di sana tempatnya berbeda dengan rumah mereka sebelumnya. Kumuh, terlihat
sudah mau ambruk, dan penghuninya kurang lebih suka mabuk dan main judi. Memang,
Papanya Ava suka judi, dan alasan kepindahan ke Rusun Nero adalah agar bisa
lebih dekat dengan tempat judi.
Di Rusun Nero, Ava bertemu dengan bocah
berumur sepuluh tahun, bernama P. Dari kisah keduanya pembaca akan dibawa
menyusuri kisah kelam bocah korban dari kekerasan dalam rumah tangga, mulai
dari pengalaman dipukuli, dibakar pakai setrika, tidur di kamar mandi, tidur di
koper, dan lain sebagainya. Pengalaman yang membuat pikiran bocah seumuran
mereka merasa tidak ada “Papa yang baik” dan “semua Papa itu jahat”.
Kamus dan
Logika Bocah
Hal yang menarik dari buku ini adalah cara Ziggy
menampilkan perngertian kamus dalam bercerita, ada yang disampaikan apa adanya,
adapula yang sudah dirubah menjadi dialog, atau sudah melebur dengan alur
cerita. Sehingga ciri khas novel ini adalah bercerita dengan kamus. Saya belum
tahu novel dengan penuturan menggunakan kamus seperti Ziggy sudah ada atau
tidak sebelumnya.
Penceritaan menggunakan pengertian kamus, mengingatkan
saya dengan cara penuturan cerita Dee dalam novel Supernova: Kesatria, Putri, & Bintang Jatuh (Bentang: 2012)
yang memasukkan istilah-istilah sains dalam cerita. Sayang dalam novel Dee
penjelasan ditulis dalam bentuk footnote,
sehingga lumayan menganggu dalam menikmati cerita.
Penuturan lewat kamus dipadu dengan logika
bocah yang membacanya, secara tidak langsung meleburkan kesan memberi petuah
atau kritikan yang ingin disampaikan novel ini. Tidak jarang, hal itu malah
memantik tawa pembaca.
Sebagai pembaca saya merasa tidak nyaman
dengan akhir kisah novel ini. Ziggy seolah-olah menjadikan tokoh utamanya
dewasa –padahal Ava dan P masih bocah. Sebab Ava dan P tiba-tiba fasih
membicarakan Tuhan dan cinta.
“Dan, kurasa, aku tahu alasan besar yang
membuat semua orang dalam kehidupan P memperlakuan dia seolah-olah dia bukan
anak kecil. Bukan alasan Kak Suri, Mas Alri, Mama Asli P, atau Papa Palsu P.
tapi alasan yang dirangkai Tuhan. Alasan yang sesungguhnya.” (halaman 226)
Di akhir cerita, saya merasa tiba-tiba Ava
dan P berubah jadi dewasa, selayak dua sejoli yang jatuh cinta dan memutuskan
mati bersama dengan cara menenggelamkan diri dalam laut. Supaya bisa saling
mencintai, sehidup semati. Bisa jadi, pendapat ini saya utarakan karena
kecewa dengan keputusan Ziggy ‘membunuh’
kedua tokoh ini.
Potret
Keluarga
Persoalan
keluarga adalah persoalan orang tua.
Orang tua adalah penyebab anak tak bahagia. Pada masa pacaran dan kasmaran,
calon orang tua tak memikirkan kelak bagaimana ia merawat anaknya. Dalam
pikiran dua sejoli yang jatuh cinta, terkadang hanya bersama dan memadu kasih.
Setelah memiliki anak mereka pun ketakukan dan kebingungan.
Novel
Di Tanah Lada memberi pembaca
gambaran bagaimana nasib anak yang lahir di luar nikah, dan bagaimana nasib
anak yang setiap hari mendengar orang tuanya bertengkar. Memang, menjadi orang
tua tak berarti kita menjadi dewasa secara otomatis.
Jika,
kita ibaratkan anak sebagai kertas putih ketika lahir, orang tua dan lingkungannya
lah yang memberi coretan pada kertas tersebut. Coretan itu bisa berupa merawat anak,
mengupayakan kebahagiannya mereka, bisa pula berupa bentakan dan pukulan.
Menjadi
orang tua memang tidak mudah sebab tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua ,
kata Ayah Edy, konsultan parenting. Meski begitu, belajar tentu saja tidak
harus di sekolah. Novel ini mengingatkan pembaca (orang tua atau calon orang
tua) betapa pahitnya hidup anak yang tumbuh dalam kekerasan di keluarga.
Sekaligus tentang pencarian kebahagian, bahagia tak berarti kaya raya. Bahkan,
bagi korban KDRT seperti Ava dan P, bisa jadi, memiliki nama dan “Papa yang
tidak jahat” sudah cukup membuat bahagia.(*)
Kudus, 16 Januari 2016
*) KoranMuria.com dan bisa diakses di
http://www.koranmuria.com/2016/01/24/28487/pahit-manisnya-hidup-di-mata-anak-pembaca-kamus.html
pada hari Minggu, 24 Januari 2015
Judul : Di Tanah Lada
Penulis : Ziggy
Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun : Oktober 2015
Halaman : 244 halaman
Harga : 58.000
ISBN :
9786020318967
Belum ada tanggapan untuk "Pahit(-Manis)nya Hidup di Mata Anak Pembaca Kamus"
Post a Comment